Rabu, 21 Oktober 2009

Katuranggan Miyabi

Setelah membaca artikel ini. Saya seketika punya keinginan untuk meletakkan artikel ini di blog saya. Saya brpikiran bahwa artikel ini tidak berpihak pada salah satu blok yang pro atau kontra dan yang lebih penting lagi tidak menunjukkan kemunafikan atau terlalu menjelek jelekan salah satu blok. Menurut saya bagaiamanpun juga Miyabi adalah makhluk Tuhan yang lahir dari perut seorang ibu, manusia

Maria Ozawa memang digdaya. Dia tiada, absen, tapi "hadir", nyata. Kehadirannya bahkan lebih gempa daripada berita penanganan akibat prahara di Padang sana. Di halaman depan beberapa media, Ozawa terpampang sembari tertawa. Lanjutan berita bencana Sumatra, tersingkir. Dan begitulah, semua pun menjadi latah, memberi opini, merilis biografi atau filmografi, mendukung atau menolak Miyabi.
Sekian saat, kita lupa, bahwa ada persoalan yang lebih besar daripada Ozawa. Ada Ramlan, yang untuk hidup dan keluar dari puing gempa, dengan bismillah, memotong kakinya. Ada Sari dan Suci, yang selama 48 jam, berdoa dan mengerangkan nama anaknya, sampai pertolongan datang. Ada ribuan korban tanpa nama, puluhan bayi yang mengganti susu dengan mi, ratusan rumah hancur, tangis, jerit, wajah putus asa….
Gempa itu, pekik, jerit pilu, yang hadir sebagai kiamat kecil di Padang sana, nyaris alpa di percakapan facebook kita. Tengok Ozawa, "status" facebook dipenuhi namanya, hadir antara cibiran dan doa. Kelompok aktivis perempuan, tokoh politik, aktris dan pengamat film, akhirnya ikut dalam keramaian percakapan syahwati itu. Bahkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma’ruf Amin pun, merasa harus mengomentarinya. "Kami tetap menolak walau dia tidak membuka auratnya. Miyabi itu mukanya muka porno. Sudah sangat transparan," katanya dengan santai, sebagaimana dikutip Kompas Cyber Media, Selasa (14/10).
"…mukanya muka porno." Dan wartawan yang berada di sana pun menderaikan tawa.
Saya juga tertawa. Menertawai, tepatnya. Karena, akhirnya, tersingkaplah semua, kontroversi itu datang bukan dari sebuah perdebatan yang ada dasarnya. Muka yang porno itu, benarkah milik Miyabi? Tidakkah "tafsir" kepornoan itu lahir setelah melihat profesinya? Artinya, di wajah Miyabi diletakkan sebuah imaji. Wajah itu dibaca bukan sebagai selembar kertas, melainkan sebrangkas dokumen. Jika busana tak dapat menutup aurat dan syahwat, untuk apa perintah jilbab?
Di sinilah kita menemukan bahwa "muka porno" itu, tidak dipandang dalam laku katuranggan. Ilmu titen itu, kita tahu, lahir dari "kekosongan" masa silam objek. Dia adalah pencocokan dari satu kasus ke kasus lainnya. Dari satu eksemplar wajah ke satu eksemplar wajah lainnya. "Jika wajahnya seperti si anu, memiliki kesamaan, maka tingkahnya, lakunya, mungkin tak jauh berbeda." Katuranggan dengan demikian adalah menyamakan sesuatu yang mirip dari sosok yang berbeda. Wajah si A yang mirip dengan si B.
Pendapat KH Ma’ruf, kita tahu, tak berada di wilayah itu. Miyabi dia "katuranggankan", dia persamakan, di dalam dirinya sendiri.
Lihatlah Miyabi dalam busana kesehariannya, ketika dia memakai busana tertutup. Wajah itu, muka itu, tak berperbawa porno. Lihatlah Miyabi ketika tanpa busana, dalam adegan film mesumnya, wajah itu, bagi saya, tetap tidak bermuka porno. Miyabi, dalam keadaan apa pun, wajahnya lebih sering minta dikasihani, disayangi, di-iba-i, daripada dinafsui.
Karena memang, persoalan Miyabi bukan pada wajah.
Karena kepornoan tak akan pernah dapat dicerminkan hanya dari wajah seseorang. Kepornoan itu, Amin, adalah produksi pikiran.
Meski Serat Centhini, terutama dalam pupuh Balabak, juga dalam Kitab Primbon Lumanakim Adammakna memuat katuranggan wajah yang "porno", tapi ciri itu nyaris tak dimiliki Miyabi. Miyabi tentu tidak berpandangan nguwung, bertubuh agak melengkung, roman muka galak, dan rambutnya panjang dengan sinom menggumpal. Sekali lagi, persoalan Miyabi bukan pada wajah, yang bahkan, menurut Otto Sukatno CR dalam Seks Para Pangeran: Tradisi dan Ritualisasi Hedonisme Jawa, "sesuatu yang rumit karena seks tidak bisa dinilai hanya dari segi penampilan lahiriahnya semata."
Sekali lagi, kontroversi dan keramaian Miyabi di sini, bukan pada wajahnya, atau pada profesinya. Karena sesungguhnya, dalam tiap percakapan itu, Miyabi absen, tak hadir. Yang ada, dan nyata, sebenarnya adalah percakapan syahwat kita, kegembiraan kita memperbincangkan hasrat, keliaran fantasi. Miyabi atau Ozawa hanya media, objek, barangkali juga pintu, saluran dari nafsi kita.
Memperbincangkannya, kita mendapatkan surga, sembari melempar dosa dan neraka pada wajahnya.

Ditulis oleh Esai Aulia A Muhammad
dalam Suara Merdeka

Jumat, 02 Oktober 2009

Hanya Dengan Bertemu Wanita Cantik, Pria Bisa Lebih Sehat

Para pria, jika Anda ingin lebih sehat, sebaiknya sering-seringlah melihat dan bertemu wanita cantik. Studi membuktikan bahwa kehadiran wanita cantik bisa meningkatkan kesehatan pria terutama kesehatan hormon yang mengatur sistem metabolisme tubuh.
Peneliti dari University of California menemukan bahwa pria yang berada di tengah-tengah lawan jenisnya yang cantik akan mempunyai level hormon testosteron dan kortisol yang tinggi. Kedua hormon tersebut berfungsi dalam kemampuan berpikir, kesadaran, keseimbangan metabolisme tubuh dan kesehatan tubuh secara utuh.
Sebaliknya, peneliti justru menemukan level kedua hormon tersebut dalam keadaan rendah ketika pria berada di sekeliling pria lainnya. Itu artinya, laki-laki ternyata lebih bahagia ketika bersama wanita ketimbang ketika berkumpul dengan teman-teman prianya.
Studi yang melibatkan 149 siswa pria berusia 18 dan 24 tahun tersebut dilakukan dengan cara memberi kesempatan pada para pria untuk berinteraksi dengan wanita-wanita cantik untuk kemudian diberi skor antara 1 sampai 7. Rata-rata pria ternyata memberi nilai 5,83 yang menunjukkan bahwa para wanita itu cukup memikat.
Selang beberapa menit, air liur para responden pun diambil dan diuji untuk mengetahui kadar hormon testosteron dan kortisolnya. Para ahli pun kemudian menemukan sebuah fakta, yaitu hanya dalam waktu 5 menit berbicara dengan wanita cantik, level testosteronnya meningkat hingga 14 persen sedangkan hormon anti stres yaitu kortisol meningkat sebesar 48 persen.
Hal itu berbanding terbalik ketika para pria sedang bersama teman-teman prianya. Level testosteron dan kortisolnya justru menurun hingga 7 persen.
Hormon testosteron tidak hanya berfungsi sebagai hormon pembangkit libido, tapi juga bisa meningkatkan kesehatan dan memberi energi bagi tubuh. Hormon tersebut berada pada level yang paling tinggi ketika pria berusia 20 tahun dan akan berkurang seiring bertambahnya usia dan hubungan yang sudah berlangsung lama.
Sedangkan kortisol adalah hormon yang berfungsi menurunkan ketegangan urat-urat saraf dan meningkatkan kesadaran. Jika kedua hormon tersebut sama-sama meningkat, tubuh pun akan terasa lebih sehat.
"Ketika pria bertemu dengan wanita cantik dan atraktif, otaknya akan mengirim pesan pada kelenjar pituitari untuk mengeluarkan kedua hormon tersebut. Dan ketika hormon itu tersebar ke dalam tubuh, sistem metabolisme akan menjadi lancar dan tubuh pun akan terasa lebih hidup," ujar Dr Leslie Knapp, antropolog dari University of Cambridge, seperti dikutip Telegraph, Kamis (1/10/2009).

Nurul Ulfah - detikHealth

Selasa, 07 Juli 2009

Janda Tapi Perawan

Seorang janda yang sudah 3X kawin cerai periksa di Dokter Kandungan. Waktu dokter mau periksa bagian dalam, terjadilah percakapan.

Janda: Hati2 periksanya ya dok, saya masih perawan lho ...!

Dokter: Lho? Katanya ibu sudah kawin-cerai 3X, mana bisa masih perawan?

Janda: Gini loh dok, eks suami saya yang pertama ternyata impoten ...

Dokter: Oh gitu, tapi suami ibu yg ke-2 gak impoten kan?

Janda: Betul dok tapi dia gay, jadi saya gak diapa2in sama dia ...

Dokter: Lalu suami ibu yg ke-3 gak impoten dan bukan gay kan?

Janda: Betul dok, tapi ternyata dia itu orang "PARTAI POLITIK"....

Dokter: Lalu apa hubungannya dengan keperawanan ibu ...?

Janda: Dia cuma janji2 aja dok, 'gak pernah realisasi!!!

Dokter: ?!?!?!?!????
by. Budiman Hakim

Senin, 18 Mei 2009

Yang Harus Dilakukan untuk Kebahagiaan

Enam aturan sederhana tentang Kebahagiaan :

1. Bebaskan dirimu dari kebencian
2. Bebaskanlah pikiranmu dari kecemasan
3. Hiduplah sederhana
4. Berilah lebih banyak
5. Tersenyumlah
6. Miliki teman yang bisa membuat engkau tersenyum

Seseorang telah mengirimkan hal ini untuk kupikirkan, maka aku meneruskannya kepadamu dengan maksud yang sama."Entah ini adalah waktu kita yang terbaik atau waktu kita yang terburuk, inilah satu-satunya waktu yang kita miliki saat ini !!!!

Rabu, 13 Mei 2009

Sepenggal Cerita tentang Ir. Soekarno

Ir Soekarno ; Berdiri di Atas Kaki Sendiri

Soekarno (Bung Karno) Presiden Pertama Republik Indonesia, 1945- 1966, menganut ideologi pembangunan ‘berdiri di atas kaki sendiri’. Proklamator yang lahir di Blitar, Jatim, 6 Juni 1901. Ia mengajak negara-nega-ra sedang berkembang (baru merdeka) bersatu. Pemimpin Besar Revolusi ini juga berhasil menggelorakan semangat revolusi bagi bangsanya, serta menjaga keutuhan NKRI.

Tokoh pencinta seni ini memiliki slogan yang kuat menggantungkan cita-cita setinggi bintang untuk membawa rakyatnya menuju kehidupan sejahtera, adil makmur. Ideologi pembangunan yang dianut pria yang berasal dari keturunan bangsawan Jawa (Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, suku Jawa dan ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai, suku Bali), ini bila dilihat dari buku Pioneers in Development, kira-kira condong menganut ideologi pembangunan yang dilahirkan kaum ekonom yang tak mengenal kamus bahwa membangun suatu negeri harus mengemis kepada Barat. Tapi bagi mereka, haram hukumnya meminta-minta bantuan asing. Bersentuhan dengan negara Barat yang kaya, apalagi sampai meminta bantuan, justru mencelakakan si melarat (negara miskin).

Bagi Bung Karno, yang ketika kecil bernama Kusno, ini tampaknya tak ada kisah manis bagi negara-negara miskin yang membangun dengan modal dan bantuan asing. Semua tetek bengek manajemen pembangunan yang diperbantukan dan arus teknologi modern yang dialihkan — agar si miskin jadi kaya dan mengejar Barat — hanyalah alat pengisap kekayaan si miskin yang membuatnya makin terbelakang.

Itulah Bung Karno yang berhasil menggelorakan semangat revolusi dan mengajak berdiri di atas kaki sendiri bagi bangsanya, walaupun belum sempat berhasil membawa rakyatnya dalam kehidupan yang sejahtera. Konsep “berdiri di atas kaki sendiri” memang belum sampai ke tujuan tetapi setidaknya berhasil memberikan kebanggaan pada eksistensi bangsa. Daripada berdiri di atas utang luar negeri yang terbukti menghadirkan ketergantungan dan ketidakberdayaan (noekolonialisme).

Masa kecil Bung Karno sudah diisi semangat kemandirian. Ia hanya beberapa tahun hidup bersama orang tua di Blitar. Semasa SD hingga tamat, ia tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjut di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu ia pun telah menggembleng jiwa nasio-nalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, ia pindah ke Bandung dan me-lanjutkan ke THS (Technische Hooge-school atau Sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.

Kemudian, ia merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, si penjajah, menjebloskannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul ‘Indonesia Menggugat’, dengan gagah berani ia menelanjangi kebobrokan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.

Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas (1931), Bung Karno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, ia kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.

Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Sebelumnya, ia juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan ia berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.

Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik sangat hebat. Ia pun tak mau membubarkan PKI yang dituduh oleh mahasiswa dan TNI sebagai dalang kekejaman pembunuh para jenderal itu. Suasana politik makin kacau. Sehingga pada 11 Maret 1966 ia mengeluarkan surat perintah kepada Soeharto untuk mengendalikan situasi, yang kemudian dikenal dengan sebutan Supersemar. Tapi, inilah awal kejatuh-annya. Sebab Soeharto menggunakan Supersemar itu membubarkan PKI dan merebut simpati para politisi dan mahasiswa serta ‘merebut’ kekuasaan. MPR mengukuhkan Supersemar itu dan menolak pertanggungjawaban Soekarno serta mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden.

Kemudian Bung Karno ‘dipenjarakan’ di Wisma Yaso, Jakarta. Kesehatannya terus memburuk. Akhirnya, pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Paduka Yang Mulia Pemimpin Besar Revolusi ini meninggalkan 8 orang anak. Dari Fatmawati mendapatkan lima anak yaitu Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh. Dari Hartini mendapat dua anak yaitu Taufan dan Bayu. Sedangkan dari Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mendapatkan seorang putri yaitu Kartika.

Orator Ulung
Presiden pertama RI itu pun dikenal sebagai orator yang ulung, yang dapat berpidato secara amat berapi-api tentang revolusi nasional, neokolonialisme dan imperialisme. Ia juga amat percaya pada kekuatan massa, kekuatan rakyat.

“Aku ini bukan apa-apa kalau tanpa rakyat. Aku besar karena rakyat, aku berjuang karena rakyat dan aku penyambung lidah rakyat,” kata Bung Karno, dalam karyanya ‘Menggali Api Pancasila’. Suatu ungkapan yang cukup jujur dari seorang orator besar.

Gejala berbahasa Bung Karno merupakan fenomena langka yang mengundang kagum banyak orang. Kemahirannya menggunakan bahasa dengan segala macam gayanya berhubungan dengan kepribadiannya. Hal ini tercermin dalam autobiografi, karangan-karangan dan buku-buku sejarah yang memuat sepak terjangnya.

Ia adalah seorang cen-dekiawan yang meninggal-kan ratusan karya tulis dan beberapa naskah dra-ma yang mungkin hanya pernah dipentaskan di Ende, Flores. Kumpulan tulisannya sudah diterbit-kan dengan judul “Diba-wah Bendera Revolusi”, dua jilid. Jilid pertama boleh dikatakan paling menarik dan paling penting karena mewakili diri Soekarno sebagai Soekarno.

Dari buku setebal kira-kira 630 halaman tersebut tulisan pertama yang bermula dari tahun 1926, dengan judul “Nasionalis-me, Islamisme, dan Marxisme” adalah paling menarik dan mungkin paling penting sebagai titik-tolak dalam upaya memahami Soekarno dalam gelora masa mudanya, seorang pemuda berumur 26 tahun.

Di tengah kebesarannya, sang orator ulung dan penulis piawai, ini selalu membutuhkan dukungan orang lain. Ia tak tahan kesepian dan tak suka tempat tertutup.

Di akhir masa kekuasaannya, ia sering merasa kesepian. Dalam autobio-grafinya yang disusun oleh Cindy Adams, Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat itu, bercerita. “Aku tak tidur selama enam tahun. Aku tak dapat tidur barang sekejap. Kadang-kadang, di larut malam, aku menelepon seseorang yang dekat denganku seperti misalnya Subandrio, Wakil Perdana Menteri Satu dan kataku, ‘Bandrio datanglah ke tempat saya, temani saya, ceritakan padaku sesuatu yang ganjil, ceritakanlah suatu lelucon, berceritalah tentang apa saja asal jangan mengenai politik. Dan kalau saya tertidur, maafkanlah.... Untuk pertama kali dalam hidupku aku mulai makan obat tidur. Aku lelah. Terlalu lelah.”

Dalam bagian lain disebutkan, “Ditinjau secara keseluruhan maka jabatan presiden tak ubahnya seperti suatu pengasingan yang terpencil... Seringkali pikiran oranglah yang berubah-ubah, bukan pikiranmu... Mereka turut menciptakan pulau kesepian ini di sekelilingmu.”

Anti Imperialisme
Pada 17 Mei 1956. Bung Karno mendapat kehormatan menyampaikan pidato di depan Kongres Amerika Serikat. Sebagaimana dilaporkan New York Times (halaman pertama) pada hari berikutnya, dalam pidato itu dengan gigih ia menyerang kolonialisme.

“Perjuangan dan pengorbanan yang telah kami lakukan demi pembebasan rakyat kami dari belenggu kolonialisme, telah berlangsung dari generasi ke generasi selama berabad-abad. Tetapi, perjuangan itu masih belum selesai. Bagaimana perjuangan itu bisa dikatakan selesai jika jutaan manusia di Asia maupun Afrika masih berada di bawah dominasi kolonial, masih belum bisa menikmati kemerdekaan?” pekik Soekarno ketika itu.

Hebatnya, meskipun pidato itu dengan keras menentang kolonialisme dan imperialisme, serta cukup kritis terhadap negara-negara Barat, ia mendapat sambutan luar biasa di Amerika Serikat (AS).

Pidato itu menunjukkan konsistensi pemikiran dan sikap-sikap Bung Karno yang sejak masa mudanya antikolonialisme. Terutama pada periode 1926-1933, semangat antikolonialisme dan anti-imperialisme itu sudah jelas dikedepankannya.

Sangat jelas dan tegas ingatan kolektif dari pahitnya kolonialisme yang dilakukan negara asing yang kaya itu. Namun, kata dan fakta adalah dua hal yang berbeda, dan tak jarang saling bertolak belakang.

Soekarno dan para penggagas nasionalisme lainnya dipaksa bergulat di antara “kata” dan “fakta” politik yang dicoba dirajut namun ternyata tidak mudah, dan tak jarang menemui jalan buntu.

Soekarno yang rajin berkata-kata, antara lain mengenai gagasan besarnya menyatukan kaum nasionalis, agama dan komunis (1926) menemukan kenyataan yang sama sekali bertolak belakang, ketika ia mencobanya menjadi fakta. Begitu pula gagasan besarnya yang lain: marhaenisme, atau nasionalisme marhaenistis, yang matang dikonsepsikan pada tahun 1932. Bahkan, gagasannya mengenai Pancasila.

Tokoh Kontroversial
Sebagai sosok yang memiliki prinsip tegas, Bung Karno kerap dianggap sebagai tokoh kontroversial. Maka tak heran jika dia memiliki lawan maupun kawan yang berani secara terang-terangan mengritik maupun membela pandangannya. Di mata lawan-lawan politiknya di Tanah Air, ia dianggap mewakili sosok politisi kaum abangan yang “kurang islami”. Mereka bahkan menggolongkannya sebagai gembong kelompok “nasionalis sekuler”.

Akan tetapi, di mata Syeikh Mahmud Syaltut dari Cairo, penggali Pancasila itu adalah Qaida adzima min quwada harkat al-harir fii al-balad al-Islam (Pemimpin besar dari gerakan kemerdekaan di negeri-negeri Islam). Malahan, Demokrasi Terpimpin, yang di dalam negeri diperdebatkan, justru dipuji oleh syeikh al-Azhar itu sebagai, “lam yakun ila shuratu min shara asy syuraa’ allatiy ja’alha al-Qur’an sya’ana min syu’un al-mu’minin” (tidak lain hanyalah salah satu gambaran dari permusyawaratan yang dijadikan oleh Al Quran sebagai dasar bagi kaum beriman).

Tatkala memuncak ketegangan antara Israel dan negara-negara Arab soal status Palestina ketika itu, pers sensasional Arab menyambut Bung Karno, “Juara untuk kepentingan-kepentingan Arab telah tiba”. Begitu pula, Tahta Suci Vatikan memberikan tiga gelar penghargaan kepada presiden dari Republik yang mayoritas Muslim itu.

Memang, pembelaan Bung Karno terhadap kaum tertindas tidak hanya untuk negerinya namun juga negeri lain. Itulah sebabnya, mengapa ia dipuja habis oleh bangsa Arab yang tengah menghadapi serangan Israel kala itu. Bung Karno dianggap sebagai pemimpin kaum Muslim. Padahal, di dalam negeri sendiri ia kerap dipandang lebih sebagai kaum abangan daripada kaum santri.

Sebenarnya, seberapa religiuskah Bung Karno? Bukankah ia juga dalam konsepsi Pancasila merumuskan sila Ketuhanan Yang Maha Esa? Sila yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan mengakui lima agama. Bagaimana mungkin merangkum visi lima agama itu dalam satu kalimat yang mendasar itu kalau si pembuat kalimat tidak memahami konteks kehidupan beragama di Indonesia secara benar?

Dalam hal ini elok dikutip pendapat Clifford Geertz Islam Observed (1982): “Gaya religius Soekarno adalah gaya Soekarno sendiri.” Betapa tidak? Kepada Louise Fischer, Bung Karno pernah mengaku bahwa ia sekaligus Muslim, Kristen, dan Hindu. Di mata pengamat seperti Geertz, pengakuan semacam itu dianggap sebagai “bergaya ekspansif seolah-olah hendak merangkul seluruh dunia”. Sebaliknya, ungkapan semacam itu-pada hemat BJ Boland dalam The Struggle of Islam in Modern Indonesia (1982)- “hanya merupakan perwujudan dari perasaan keagamaan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya Jawa”. Bagi penghayatan spiritual Timur, ucapan itu justru “merupakan keberanian untuk menyuarakan berbagai pemikiran yang mungkin bisa dituduh para agamawan formalis sebagai bidah”.

Sistem Politik
Soekarno memiliki pandangan mengenai sistem politik yang didukungnya adalah yang paling “cocok” dengan “kepribadian” dan “budaya” khas bangsa Indonesia yang konon mementingkan kerja sama, gotong-royong, dan keselarasan. Dalam retorika, ia mengecam “individualisme” yang katanya lahir dari liberalisme Barat. Individualisme itu melahirkan egoisme, dan ini terutama dicerminkan oleh pertarungan antarpartai.

Lalu ia mencetuskan Demokrasi Terpimpin. Dalam berpolitik Soekarno mementingkan politik mobilisasi massa, ia bersimpati pada gerakan-gerakan anti-imperialisme, dan mungkin sebagai salah satu konsekuensinya, penerimaannya pada Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai aktor politik yang sah, pendukung konsepsi demokrasi terpimpin. Jadi ia mencanangkan sistem politik yang berwatak anti-liberal dan curiga pada pluralisme politik. Ia mementingkan “persatuan” demi “revolusi”.

Pada tahun 1950-an, Indonesia memang ditandai oleh ketidakstabilan politik yang disebabkan oleh sistem demokrasi parlementer. Sistem ini bersifat sangat liberal, dan didominasi oleh partai-partai politik yang menguasai parlemen. Pemilu 1955-yang dimenangkan empat kekuatan besar, Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdlatul Ulama (NU) serta PKI- hingga kini masih dianggap sebagai pemilu paling bebas dan bersih yang pernah dilaksanakan sepanjang sejarah Indonesia. Namun, di sisi lain dari sistem parlemen yang dikuasai partai itu adalah sering jatuh bangunnya kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri. Selain itu, sejarah juga mencatat bahwa integritas nasional terus-menerus diancam oleh berbagai gerakan separatis, yakni DI/TI, PRRI/Permesta, dan sebagainya.

Kenyataan ini membuat Soekarno makin curiga pada partai politik karena dia menganggap Masyumi, dan juga PSI, terlibat dalam beberapa pemberontakan daerah.
Kemudian, Soekarno mendekritkan kembalinya Indonesia pada UUD 1945 karena kegagalan Konstituante untuk memutuskan UUD baru untuk Indonesia, akibat perdebatan berlarut-larut, terutama antara kekuatan nasionalis sekuler dan kekuatan Islam mengenai dasar negara. ► e-ti/crs, dari berbagai sumber

*** TokohIndonesia (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Rabu, 15 April 2009

Makanan-Makanan Enak di Jogja

Referensi Makanan Paling Ma'nyus di Jogja


Sate Sapi Lapangan Karang Kotagede

Sate daging sapi dengan lontong sayur sambel di Lapangan Karang Kotagede setiap malam selalu ramai pembeli. Uniknya, pembeli menikmati sate sapi duduk lesehan sebagaimana kemah menggunakan tenda.


Gudeg Permata

Gudeg Permata dengan sambel krecek dan ayam Jawa sangat dikenal masyarakat. Namanya Gudeg Permata karena tempat jualan ala lesehan tersebut berada di sisi barat gedung film Permata di Jalan Gajah Mada Yogyakarta.


Warung Bakso dan Es Sido Semi

Warung ini berdiri sejak tahun 1950. Warung milik Dalijan Mulyo Hartono ini semakin berkembang hingga sekarang. Setiap Lebaran banyak pemudik yang jajan karena ingin menikmati hidangan bakso dan aneka minuman meliputi es buah, kacang ijo. Lokasi di Jl. Watu Cantheng 2 Kotagede, sebelah selatan Makam Panembahan Senopati Kotagede.


Warung Bakmi Jawa Mbah Nen

Terletak di Jl. Menukan, melayani menu spesial meliputi bakmi Jawa godhog, goreng, nasi goreng, cap cay Jawa. Buka setiap hari mulai pukul 16:00 - 02:00 WIB.


Bakmi Mbah Mo

Penggemar bakmi datang di warung Mbah Mo bukan sekedar menikmati hidangan bakmi, namun dapat menemukan suasana pedesaan. Lokasi terletak di Desa Manding Jl. Bantul Km.9, arah selatan kota Yogyakarta.


Warung Wedang ‘Nganggo Suwe’

Terletak di Giwangan Jl. Pramuka Yogya, menyediakan minuman spesial teh, susu jahe, kopi jahe dan nasi bakar dengan lauk aneka gorengan ayam, iso, babat, tahu, tempe dan sambel.


Angkring Pak Man

Menyediakan aneka makanan dan minuman selera angkringan. Menu spesial pelbagai macam gorengan dan nasi kucing lauk rambak, sate usus, ceker dan kepala ayam. Angkringan Pak Man di Jl. Wongsodirjan Yogya.


Soto Pak Sholeh

Warung Soto Pak Sholeh mempunyai cita rasa khas dengan lauk babat, iso sapi. Lokasi di Jl. Wiratama Tegalrejo. Mempunyai cabang di Magelang, Jl. Wates, Jl. Solo, depan Monjali, depan Kolam Renang Umbangtirto Kridosono Yogyakarta.


Warung Sate Klathak

Sate kambing klathak di tengah Pasar Jejeran Wonokromo Pleret sangat dikenal warga Yogya dan luar kota. Uniknya, sate klathak daging empuk, pembeli duduk lesehan di los pasar Jejeran.


Warung Sate Pak Amat

Pembeli dapat menikmati sate Pak Amat sambil menikmati suasana malam. Lokasi di sebelah utara Alun-alun Utara Yogya.


Mangut Welut Godean

Mangut welut dinikmati dengan sayur gudeg daun singkong, sambel krecek. Lokasi depan regol Pasar Godean Sleman, sekitar 10 km dari arah barat kota Yogya.


Warung Ijo

Menu brongkos dengan rasa khas. Lokasi di Pasar Tempel, bawah jembatan Kali Krasak Jl. Yogya-Magelang.


Sega Abang Semanu

Ketika rekreasi ke Gunungkidul, rasanya belum lengkap bila tak mampir menikmati hidangan sega abang duduk lesehan. Lokasi di Jl. Wonosari - Semanu Gunungkidul.


Warung Gule Daging Sapi ‘Mbah Darmo’

Warung gule dan brongkos daging sapi masakan ala pelawak Benny Kuncung alias ‘mbah Darmo’ rasanya lezat dan empuk. Selain itu, melayani kupat tahu, soto kwali. Lokasi di Jl. Bantul, selatan perempatan Pojok Beteng Yogyakarta.


Ikan Laut Jogja Fish Market & Resto Giwangan

Aneka menu ikan laut masakan spesial Jogja Fish Market & Resto di Giwangan Jl. Tegalturi Yogyakarta. Pengunjung selain bisa menikmati masakan ikan laut di ruangan ber-AC, juga bisa membeli pelbagai ikan laut segar untuk oleh-oleh.


Lotek dan Gado-gado Teteg

Lotek dan gado-gado Teteg bumbu sangat terasa dan lezat. Lokasi 100 meter timur teteg kereta api Lempuyangan.


Gudeg Pawon

Gudeg Pawon rasanya gurih dengan menggunakan bumbu alami. Alamat di Jl. Janturan Umbulharjo Yogya.


Jamu Ginggang

Melayani aneka macam jamu tradisional meliputi beras kencur, galian singset. Lokasi di Jl. Masjid, sebelah barat Puro Pakualaman Yogyakarta.


Brongkos Alkid

Warungnya sederhana namun selalu ramai pembeli. Lokasi sebelah utara Plengkung Gading atau selatan Alun-alun Kidul Yogya.


Yangko Pak Prapto Giwangan

Yangko Pak Prapto di Giwangan Jl. Pramuka Yogya menyediakan aneka yangko rasa coklat, nangka, durian, kacang. Setiap Lebaran selalu ramai pembeli.


Bakmi Pele

Penggemar bakmi tentu kurang lengkap bila belum menikmati hidangan bakmi Pele dengan masakan bakmi Jawa. Lokasi di pojok timur Alun-alun Utara Yogya.


Kipo Kotagede

Kipo salah satu makanan khas Kotagede menggunakan bahan ketan, kelapa, gula dan daun pandan untuk pewarna alami. Bisa dibeli di Jalan Mondorakan Kotagede.


Kupat Tahu Pak Budi

Menu kupat tahu dengan minuman es campur, es dawet, es degan. Lokasi perempatan Jl. Kusumanegara sebelah selatan pabrik susu SGM.


Soto Sulung Pak Malik

Warung soto sulung Pak Malik berdiri sejak tahun 1968 mempunyai rasa khas dijajakan kelilingan, dikenal masyarakat. Namun mulai tahun 1970 menetap di kios kompleks Stasiun Tugu Yogya.


Jadah Mbah Carik

Bila rekreasi ke Kaliurang bisa membeli jadah, tempe. Lokasi di pertigaan menuju obyek wisata Kaliurang dan di samping Tlogo Putri Kaliurang.


Soto Sawah Soragan

Soto ayam kampung dengan lauk berbagai macam. Lokasi dekat lintasan kereta api di Jl. Soragan Bantul, sekitar 700 meter arah selatan Mirota Kampus Jl. Godean Yogya.


Mangut Lele Jetis Bantul

Hidangan mangut lele di Jetis Jl. Imogiri Bantul cukup dikenal masyarakat. Wajar setiap Lebaran banyak pemudik bersama keluarga santai menikmati menu mangut lele yang rasanya lezat dan empuk.


sumber: KR, 30 Sep 2008

Senin, 06 April 2009

Lowongan terbaru PELINDO II 2009

Lowongan terbaru PELINDO II

Klien kami, salah satu BUMN terbesar di Indonesia, membuka kesempatan kerja bagi putra-putri terbaik Indonesia yang mempunyai integritas tinggi, ulet, teliti dan kompeten untuk bergabung dan mengisi posisi:

More.....

Rabu, 11 Maret 2009

Mengapa Jangan Golput di Pemilu 2009

Beberapa hari yang lalu saya nyoba browsing karena penasaran dengan semakin banyaknya berita yang memberitakan Pemilu 2009 banyak yang golput bahkan dikatakan akan mencapai angka 30% (udah gak waras to.., bayangin aja 30 persen). Sampai-sampai MUI mengeluarkan fatwa haram. Saya gak bermaksud turut campur tangan masalah politik kalangan atas, cuma penasaran dan perihatin aja. Tulisan ini diposkan oleh Aditya Satrya Wibawa, yah dengan tulisan ini semoga aja dapat mengurangi Golput di Pemilu 2009, kalau menurut saya satu contrengan kita akan menentukan nasib Negara kita 5 tahun ke depan, iya gak to...

Kalau dulu (sebelum reformasi), nyoblos gak nyoblos gak ada bedanya. Yang menang pasti yang kuning. Ibarat permainan, dari aturannya aja udah gak mungkin menang. Jadi buat apa nyoblos. Setelah reformasi, aturan mainnya udah mulai fair. Siapa aja punya kesempatan yang sama untuk menang. Jadi golput tidak lagi relevan.

Kebanyakan orang memilih golput karena beberapa alasan:
Melepaskan tanggung jawab, seandainya pemimpin yang kepilih nggak menjalankan amanahnya dengan baik.
Dia merasa jika tidak ikut memilih, dia tidak ikut bertanggung jawab terhadap kerusakan yang akan ditimbulkan oleh ketidakamanahan pemimpin tersebut. Berhubung kondisi di Indonesia ini rata-rata pejabatnya gak amanah, alasan seperti ini bisa dipahami. Tapi tetap gak bisa diterima. Untuk orang seperti ini, luruskan lagi bahwa pemahaman seperti itu tuh keliru. Justru dia ikut bertanggung jawab karena sama saja telah "memberikan" suaranya pada siapa pun yang nantinya menang. Karena sebenarnya dia bisa memberikan suaranya pada calon yang lain (yang setidaknya lebih baik) tapi tidak dia lakukan.

Alasan lain, karena dia merasa siapa pun yang terpilih tidak akan ada pengaruhnya buat dia, atau perusahaannya, atau keluarganya.
Untuk yang seperti ini, sadarkan lagi bahwa suara yang dia berikan bukan hanya berpengaruh untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk masyarakatnya.

Atau mungkin karena dia gak percaya lagi dengan parpol atau pemimpin di negeri ini yang hanya obral janji.
Untuk yang seperti ini, dorong dia supaya berani mengambil resiko. Kalau pemimpin "tua" sudah terbukti obral janji saja, saatnya beri para pemimpin muda Indonesia kesempatan untuk memimpin. Mungkin dia masih ragu karena para pemimpin muda ini miskin pengalaman, tapi dorong dia supaya berani. Yang jelas, Indonesia butuh perubahan!

Alasan lainnya, mungkin dia menganggap demokrasi itu sistem kafir dan kalo nyoblos berarti sama aja udah ikutan sistem kafir.
Dengan orang ini kita bisa berdiskusi dengan tetap mengedepankan ukhuwah islamiyah, bahwa demokrasi itu realitas yang harus dihadapi. Karena mau milih atau nggak, sama-sama berada dalam demokrasi. Dan sama-sama akan dapat presiden dan anggota dewan yang sama,, yaitu yang menang pemilu nanti. Jadi jelas, mendukung pemimpin yang lebih mendekati itu jauh lebih efektif daripada nggak nyoblos.

Ingatkan juga bahwa demokrasi ini bukanlah pilihan ideologi, tapi sekedar pilihan strategi untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi.
Alasan lainnya apa ya? Bisa jadi karena kyai-nya bilang golput, dia jadinya ikutan golput. Hmm,, untuk yang ini no-comment aja

Selasa, 10 Maret 2009

Menumbuhkembangkan Bahasa Jawa di Kalangan Pemuda

Bahasa Jawa sebagai salah satu budaya Jawa, bukan lagi menjadi bahasa sehari-hari, tetapi sudah menjadi bahasa yang begitu asing di kalangan Pemuda. Inilah yang menyebabkan, gradasi bahasa Jawa, akan menuju sebuah penggusuran zaman. Dikarenakan kaum mudanya sudah mulai meninggalkan bahasa Ibu (Bahasa Jawa), sebuah sinyal yang sangat ironis dan memprihatinkan.
Di Indonesia sebanyak 726 bahasa daerah ditengarai terancam punah akibat globalisasi dan perkembangan teknologi yang cenderung makin canggih dan meluas (Drs. Bagong Suyanto, Msi, 2008). Namun, di sisi lain, yaitu mereka yang prihatin tapi tetap berusaha menanggulangi lunturnya bahasa Jawa, sangat merasa sayang dengan perkembangan tadi. Mereka ingin bahasa Jawa itu dilestarikan, dikembangkan, digunakan untuk alat komunikasi antarkeluarga/etnis/bangsa/dunia. Dengan berbagai alasan foundamental sosial budaya, mereka berjuang mempertahan dan menumbuhkembangkan bahasa Jawa. Berbagai cara ditempuh, terutama memberi pemahaman pentingnya bahasa Jawa bagi identitas dan kiat kehidupan berbangsa. Fungsi dan kebesaran bahasa Jawa masa lalu, yang kini masih berlaku, dan harapan masa depan digali, diwacanakan dan direncanakan perkembangannya. Dipacu semangat penggiatannya menggunakan folklor, simbul atau semboyan. Misalnya: Bahasa menunjukkan bangsa, dan bahasa Jawa yang hukumnya penuh unggah-ungguh akan membuat penuturnya berlaku sopan-santun. Sangat baik untuk mengendalikan tingkah-laku putra bangsa yang akhir-akhir ini sangat beringas. Bahasa Jawa tidak kuna. Bahasa daerah adalah identitas kebesaran budaya bangsa, sehingga UNESCO pun menciptakan Hari Bahasa Ibu (22 Februari), agar aneka budaya dunia tidak lenyap jadi satu ragam saja (global satu budaya).
Bahasa Jawa secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yaitu bahasa Jawa ngoko, kromo, dan kromo inggil. Yang sering kita jumpai pada dialog sehari-hari di masyarakat Jawa yaitu bahasa Jawa ngoko terlebih di kalangan pemuda, sedangkan untuk bahasa Jawa kromo dan kromo inggil biasanya kita jumpai pada saat ada acara-acara tertentu saja. Apabila kita mau mendalami lebih dalam tentang bahasa Jawa, untuk bahasa kromo dan kromo inggil tergolong bahasa yang halus, bahasa yang santun, yang seharusnya digunakan ketika kita berbicara dengan orang tua/orang yang dituakan atau orang yang kita pandang memiliki pangkat yang lebih tinggi. Ini semua diajarkan sejak zaman kerajaan di tanah Jawa, setiap kasata pada zaman tersebut bahkan menggunakan bahasa Jawa yang dibeda-bedakan misalnya seorang yang berkasata rendah harus menggunakan bahasa yang lebih halus ketika berbicara dengan orang yang berkasta lebih tinggi tetapi sebaliknya orang yang berkasta tinggi cenderung menggunakan bahasa ngoko.
Pembagian bahasa Jawa dalam berbagai tingkatan (ngoko, kromo, dan kromo inggi) telah diajarkan sejak bangku Sekolah Dasar, mereka diharuskan untuk berbicara bahasa Jawa kromo inggil ketika berbicara dengan orang tua mereka atau orang-orang yang lebih dituakan, mereka hanya menggunakan bahasa ngoko ketika berbicara dengan teman-teman saja atau orang yang lebih rendah umurnya.
Mungkin tidak kita sadari, pembagian bahasa Jawa yang diajarkan sejak bangku Sekolah Dasar itu seolah-olah membuat kita memiliki tembok yang besar antara kaum muda dan kaum tua, seolah-olah kita kembali ke zaman yang masih ada tingkatan kasta, yang masih ada jurang pemisah. Ini membuat kaum muda tidak bisa merasa lebih akrab dengan kaum tua karena mereka harus menggunakan bahasa kromo inggil yaitu bahasa yang berbeda ketika berbicara dengan teman-teman.
Pembagian tingkatan bahasa Jawa seperti ini yang menjadi salah satu penyebab mengapa bahasa Jawa sulit berkembang di kalangan pemuda bahkan di bangku Sekolah Lanjuatan beberapa sekolah telah menghapus muatan lokal ini mereka menggantinya dengan muatan lokal yang lain misalnya bahasa Mandarin atau bahasa Jepang. Terlebih-lebih sering kita jumpai masyarakat asli Jawa berkomunikasi di rumah pun telah menggunakan bahasa Indonesia mereka telah banyak yang meninggalkan bahasa Jawa, mungkin karena mereka merasa lebih mudah ketika mereka menggunakan bahasa Indonesia.
Dilingkungan keluarga dan dikalangan pemuda saja bahasa Jawa telah banyak ditinggalkan lantas siapa yang akan melesatarikan bahasa ibu ini (bahasa Jawa) lambat laun apabila kita tidak segera mengambil langkah tegas untuk tetap melestarikan bahasa Jawa, bahasa ini mungkin hanya kita jumpai di kalangan Abdi Dalem saja (Lingkungan Keraton). Inilah PR bagi masyarakat Jawa pada khususnya dan Pemerintah Indonesia pada umumnya untuk tetap melestarikan bahasa Jawa, ini semua dapat kita mulai di lingkungan keluarga kita masing-masing

Minggu, 08 Maret 2009

Pentingnya Pendidikan Kewirausahaan

Wirausahawan, Betapa Langkanya Profesi Ini Di Indonesia. Wisudawan Lebih Senang Menjadi Pegawai Atau Pejabat

Sungguh menarik melihat kemauan pemerintah yang akan menyumbangkan 110 miliar untuk pendidikan kewirausahaan di tahun 2009 ini. Dengan pendidikan kewirausaan tersebut diharapkan para lulusan perguruan tinggi dapat mencetak lapangan kerja bukannya mencari lapangan kerja, karena seperti yang kita ketahui pertumbuhan lapangan kerja yang tidak sesuai dengan jumlah lulusan perguruan tinggi di Indonesia mengakibatkan sulit dan kerasnya mencari pekerjaan.

Banyak sekali para pemuda yang menenteng ijazahnya kesana kemari untuk mendapatkan pekerjaan. Tetapi sebaliknya tidak sedikit pula orang-orang yang sukses berwirausaha dengan pendidikan yang minimal, contohnya saja Adre Wongso yang mengaku Sekolah Dasar saja tidak tamat tetapi sekarang bisa menjadi motivator yang besar.

Lalu pertanyaannya, adakah yang salah dengan pendidikan di Indonesia? Bercermin dari kenyataan bahwa Pendidikan Formal baik itu di bangku sekolah maupun Perguruan Tinggi hanya mengajarkan pada penguasaan hard skills. Seorang datang ke kelas, guru menerangkan kemudian pulang dengan membawa segepok ilmu, itupun bagai mereka yang memahami tetapi di sisi lain kita masih kebingungan bagaimana mengaitkan segepok ilmu dalam kehidupan sehari-hari.

Penelitian menunjukkan, keberhasilan seseorang bukan ditentukan oleh kepandaian yang dipunyai, tetapi oleh factor lainnya yang sangat panting. Tingkat kecerdasan cuma menyumbang sekitar 20 – 30 persen keberhasilan, selebihnya ditentukan soft skills. Penelitian National Association Colleges and Employers (NACE) pada tahun 2005 menunjukkan hal itu, dimana pengguna tenaga kerja membutuhkan tenaga kerja berupa 82 persen soft skills dan 18 persen hard skills.

Soft skills, menurut Rektor Udinus Dr. Edy Noersasongko ada tiga karakter utama yang akan dibentuk melalui pendidikan soft skills ini. Yakni kerja keras (hardwork), kemandirian (independent), serta kerjasama (teamwork). Tiga karakter utama tersebut bisa dijabarkan menuju beberapa karakter turunan. Misalnya dari karakter kerja keras dikembangkan sikap persistent, risk taking serta energetic. Adapun sikap kemandirian melahirkan karakter responsive, percaya diri dan berinisiatif. Sikap-sikap tersebut, menurut Edy sangat dibutuhkan para calon wirausahawan.

Selaras dengan kemampuan soft skills alangkah lebih baiknya lagi apabila dibarengi dengan pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship) yang andal. Pendidikan kewirausahaan sangat perlu diajarkan sejak dari bangku Sekolah hingga Perguruan Tinggi untuk mencetak lulusan-lulusan yang produktif. Disamping pendidikan kewirausahaan seorang mahasiswa harus juga diberikan pelatihan semacam magang. Penggabungan antara teori dan praktek merupakan ilmu dan pengalaman yang tidak ternilai harganya.

Sebagai contohnya, dengan mendirikan gerai makanan, penjualan tiket, ataupun simpan pinjam. Disini para mahasiswa dapat bergantian untuk menjaga gerai tersebut selain itu setiap mahasiswa diberi motivasi semacam diberi target. Dengan begitu mereka akan merasakan bagaiamana dunia kerja yang lebih nyata, sebelum mereka mendapatkan gelar sarjana. Disinilah peran pemerintah, swasta dan dunia perbankan dalam turut serta memajukan pendidikan di Indonesia yang lebih berkualitas.

Sabtu, 07 Maret 2009

Terbaru Pertamina Andakah Energi Baru Pertamina






Andakah Energi Baru Pertamina ???

PT Pertamina (Persero) adalah badan usaha milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Saat ini, Pertamina berkomitmen mendorong proses transformasi internal dan pengembangan yang berkelanjutan guna mencapai standar international dalam pelaksanaan operasional dan tata kelola lingkungan yang lebih baik, serta peningkatan kinerja perusahaan sebagai sasaran bersama. Sebagai perusahaan migas nasional, Pertamina berkomitmen untuk mewujudkan keseimbangan antara pencapaian keuntungan dengan kualitas layanan publik. Dengan 51 tahun pengalaman menghadapi tantangan di lingkungan geologi di Indonesia, Pertamina merupakan perintis pengembangan usaha gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG).

Lingkup usaha Pertamina termasuk dalam melakukan eksplorasi dan produksi migas; pengolahan kilang minyak, manufaktur dan pemasaran produk-produk energi dan petrokimia; pengembangan BBM nabati, tenaga panas bumi dan sumber-sumber energi alternatif lain.

Kegiatan operasi dan fasilitas infrastruktur Pertamina tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Pertamina melayani kebutuhan energi bagi lebih dari 220 juta rakyat Indonesia.

Dalam rangka memperkuat daya saing menuju perusahaan nasional minyak dan gas kelas dunia, PT. Pertamina (persero) membutuhkan para professional handal untuk mengisi posisi :

More.....

Senin, 23 Februari 2009

Pengaruh Persepsi Kualitas Pelayanan Dan Kepuasan Pelanggan Terhadap Minat Pembelian

Pengaruh Persepsi Kualitas Pelayanan Dan Kepuasan Pelanggan Terhadap Minat Pembelian Ulang
(Study Pada Pelanggan Swalayan “Citroli” Babarsari)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan dalam dunia ekonomi dinegara Indonesia telah mencapai perkembangan yang sangat pesat. Jika dahulu pasar tradisional menjadi alternatif bagi masyarakat, sekarang retail menjadi tempat paling favorit bagi masyarakat dalam berbelanja. Retail sudah menjadi tren bagi masyarakat dalam mencari kebutuhan sehari-hari. Dari kota sampai desa retail sudah bisa ditemukan dimana-mana. Retail dapat berkembang dengan pesat karena adanya kecenderungan perekonomian global dimana industri retail semakin diperhitungkan.

Perkembangan indutri retail yang sangat cepat menuntut produsen menyiapkan saluran distribusi yang efektif. Sebagian produsen tidak langsung menjual barang mereka kepada pemakai akhir. Diantara produsen dan pemakai terdapat saluran pemasaran, sekumpulan perantara pemasaran yang melakukan berbagai fungsi dan menyandang berbagai nama. Ada berbagai level saluran yang menghubungkan produsen dengan pelanggan akhir. Saluran terakhir yang menghubungkan produsen dengan pelanggan akhir adalah pengecer.
Dengan menjamurnya bisnis retail menumbuhkan persaingan ketat diantara mereka, sedangkan pelanggan juga semakin kritis dan selektif dalam menentukan pilihan produk. Menurut Herman dan Evans dalam Setyawan (dalam Tony Wijaya, 2005 ) ada beberapa hal yang membuat industri retail penting untuk dipelajari yaitu: pertama, implikasi retailing dalam perekonomian global. Penjualan retailing dan daya scrap tenaga kerjanya menjadi kunci perekonomian global. Kedua, fungsi retail dalam rantai distribusi, dalam rantai distribusi retail berfungsi menjadi penghubung antara final consumer, dengan manufacturer dan wholesaler. Ketiga, hubungan antara pengecer dan pelanggan. Cara pandang yang berbeda antara retailer dan supplier perlu diatasi. Masalah yang perlu diatasi adalah control terhadap retail, alokasi profit, jumlah retail pesaing, lokasi, display dan masalah promosi.

Retail merupakan salah satu jenis saluran distribusi jasa yang berbeda dengan jenis industri manufaktur, hal ini menyebabkan kesukaran dalam mengukur kinerja industri retail. Alat pengukur kinerja jasa dikembangkan oleh (Parasuraman, 1988 dalam Tony Wijaya) untuk mengukur satisfaction konsumen perusahaan jasa yaitu SERVQUAL (Kualitas layanan). Keunggulan suatu jasa tergantung pada keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut. Jasa secara spesifik harus memperlihatkan kebutuhan dan keinginan pelanggan karena jasa yang dirasakan dan dinikmati langsung oleh pelanggan akan segera mendapat penilaian sesuai atau tidak sesuai dengan harapan dan penilaian pelanggan. Menurut Philip Khotler (1997) kualitas harus dirasakan oleh pelanggan, usaha kualitas harus dimulai dengan kebutuhan pelanggan dan berakhir dengan persepsi pelanggan. Suatu kualitas pelayanan akan selalu berubah, sehingga pihak pemasar juga harus dapat meningkatkan dan menyesuaikan kualitas pelayanannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Untuk menciptakan kualitas pelayanan yang baik dimata pelanggan, maka setiap perusahaan harus mampu bekerjasama dengan para pelanggan. Dengan memberikan kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pelanggan, maka akan menimbulkan minat pembelian dari diri pelanggan itu sendiri.

Setiap pelanggan ingin mendapatkan pelayanan yang baik selama mereka menggunakan suatu jasa di perusahaan tersebut. Dengan memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan, maka pelanggan akan merasa puas terhadap layanan yang telah diberikan oleh perusahaan tersebut. Rasa kepuasan yang didapat oleh pelanggan merupakan gambaran apakah kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan sudah atau belum memenuhi harapan pelanggan itu sendiri. Kepuasan pelanggan dapat juga diartikan sebagai kinerja yang dirasakan pelanggan setelah memperoleh pelayanan, apabila kinerja suatu perusahaan dalam memberikan pelayanan lebih rendah dari yang diharapkan pelanggan, maka dapat dikatakan pelanggan tidak puas dengan pelayanan yang diberikan. Tetapi sebaliknya apabila kinerja suatu perusahaan dalam memberikan pelayanan lebih tinggi dari yang diharapkan pelanggan, maka dapat dikatakan pelanggan akan merasa puas dengan pelayanan yang diberikan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kepuasan pelanggan mempunyai pengaruh besar terhadap minat pembelian ulang didalam diri pelanggan itu sendiri, karena dengan timbulnya rasa kepuasan, pelanggan akan merasa senang dan nyaman menggunakan jasa yang ditawarkan. Dalam hal ini suatu kualitas pelayanan yang diberikan serta rasa kepuasan yang didapat oleh pelanggan, secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi minat pembelian ulang(purchase intention) pelanggan itu sendiri. purchase intention merupakan minat pembelian yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang (Assael dalam Tony Wijaya, 2005). Menurut Setyawan dan Ikhwan (dalam Tony Wijaya, 2005) intention diidentiflkasikan seberapa jauh seseorang mempunyai kemauan untuk mencoba.

Fenomena yang ada pada saat sekarang ini banyak bermunculan bisnis retail, salah satunya adalah Swalayan Citrouli. Swalayan Citrouli adalah salah satu contoh bisnis retail (eceran) yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Peneliti memilih swalayan Citrouli sebagai tempat penelitian karena swalayan Citrouli adalah swalayan yang sudah cukup lama berdiri dan merupakan salah satu swalayan yang kian hari semakin ramai dikunjungi. Selain itu swalayan Citrouli juga sangat terkenal di berbagai kalangan masyarakat. Keunggulannya yang menyediakan kebutuhan sehari-hari juga didukung oleh jam pelayanannya yang menyediakan waktu 24 jam, sehingga para pelanggan tidak perlu khawatir jika pada waktu tengah malam mereka ingin membeli sesuatu. Pelayanan yang 24 jam ini sangat memberikan kepuasan bagi para pelanggannya, baik di kalangan mahasiswa maupun masyarakat pada umumnya.

Swalayan Citrouli mempunyai letak yang strategis, sehingga mudah dijangkau oleh alat transportasi apapun. Retail (eceran) ini memiliki tata ruang yang rapi, nyaman, menawarkan produk yang cukup lengkap dan harga yang ditawarkan sebanding dengan mutu dan kualitas produk yang ditawarkan. Ketika memasuki Swalayan Citrouli, para pelanggan bisa merasakan keramahan dari para pegawai Swalayan Citrouli.
Berbagai pelayanan yang dimiliki oleh swalayan Citrouli yang diberikan kepada pelanggan swalayan terangkum dalam lima dimensi kualitas pelayanan dari Fandy Tjiptono (2001:70) antara lain adalah tangibles, resposiveness, realiability, assurance, empathy. Setiap swalayan menawarkan lokasi yang strategis, berbagai macam jenis produk, serta pelayanan yang baik. Berbagai jenis pelayanan tersebut diharapkan dapat menarik pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan lama.

Untuk itulah Swalayan Citrouli harus berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan dan dibutuhkan oleh para pelanggan. Pemberian atau pelayanan jasa yang diberikan Swalayan Citrouli mungkin dapat mengalami kegagalan dalam memberikan kepuasan kepada para pelanggan apabila retail tidak mengetahui bentuk layanan yang sesungguhnya yang diinginkan pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan Swalayan Citrouli mungkin akan memberikan kepuasan terhadap pelanggan yang kemudian akan menciptakan minat bagi pelanggan untuk melakukan pembelian pada swalayan tersebut (Setyawan dan Ikhwan, 2004). Mengingat semakin meningkatnya persaingan dibidang jasa retail, maka penting bagi swalayan untuk dapat menciptakan kualitas pelayanan yang baik dimata pelanggan dan meningkatkan kepuasan pelanggan dalam menggunakan jasa swalayan tersebut untuk dapat menciptakan minat pembelian ulang bagi pelanggan.

Melihat hal tersebut, maka untuk mengetahui apakah kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan dapat menimbulkan minat pembelian ulang pada Swalayan Citrouli, maka perlu diteliti pengaruh persepsi kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan terhadap minat pembelian ulang pelanggan.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena di atas maka dalam skriprsi ini di ajukanjudul:
“Pengaruh Persepsi Kualitas Pelayanan Dan Kepuasan Pelanggan Terhadap Minat Pembelian Ulang (Study Pada Pelanggan Swalayan “Citroli” Babarsari)”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah persepsi kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap minat pembelian secara bersama-sama?
2. Apakah persepsi kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap minat pembelian secara parsial?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan terhadap minat pembelian secara bersama-sama.
2. Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan terhadap minat pembelian secara parsial.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Perusahaan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan langkah yang sebaiknya diambil dalam mengatur strategi-strategi pemasaran di masa yang akan datang dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam hal pengaruh persepsi kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan terhadap minat pembelian.
2. Bagi Para Akademisi.
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi penulis dan bagi mahasiswa yang memerlukan, juga sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang mempunyai minat pada bidang pemasaran khususnya persepsi konsumen mengenai kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan terhadap minat pembelian ulang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Perilaku Konsumen
Konsumen dalam melakukan keputusan beli terhadap suatu produk atau jasa sering dihadapkan pada berbagai macam pilihan produk atau jasa yang sejenis, keterbatasan informasi yang ada dimanfaatkan oleh pemasar dengan melakukan promosi salah satunya iklan, yang merekan kembangkan di berbagai media, baik media cetak maupun elektronik. Konsumen juga akan merasa puas jika perusahaan memberikan yang lebih dari sekedar manfaat produknya saja, maka pemasar dengan alat pemasarannya menggunakan promosi penjualan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan pembelian. Maka pemasar harus mampu memahami dan mempelajari perilaku konsumen. Gambaran perilaku konsumen menurut Basu Swastha dan T. Hani Handoko, 1987 : 10 sebagai berikut:
Perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang atau jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.

Dari definisi di atas diperoleh kesimpulan bahwa perilaku konsumen adalah suatu tindakan-tindakan nyata individu atau kumpulan individu yang dipengaruhi oleh aspek eksternal dan internal yang mengarahkan mereka untuk memilih dan mengkosumsi barang atau jasa yang diinginkan.

2. Persepsi Kualitas Pelayanan
a. Definisi Kualitas Pelayanan
Kualitas jasa dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir dengan keputusan pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas jasa menurut Khotler (2000) dalam Tjiptono dan Chandra (2004:121). Kualitas pelayanan pertama kali dikemukakan oleh Parasuraman et. Al, (1988) dalam Setyawan dan Ihwan (2004:30) yang mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai sebuah perbandingan dari harapan pelanggan dengan persepsi dari layanan aktual yang mereka terima. Service quality perception juga didefinisikan sebagai persepsi konsumen secara keseluruhan baik keunggulan dan kelemahan dari organisasi dan pelayanannya (Tylor and Baker, 1994) dalam Setyawan dan Ihwan (2004:30).
Mengacu pada beberapa pengertian tersebut diatas maka persepsi kualitas pelayanan adalah sebagai berikut:
Persepsi kualitas pelayanan adalah suatu persepsi dan realitas dari pelayanan yang diharapkan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan perushaan. Konsep kualitas itu sendiri dianggap sebagai ukuran relative kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. (Tjiptono, 2001:51)
b. Dimensi Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan merupakan sarana pokok dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan yang bersifat multidimensi. Banyak studi yang mencoba untuk melakukan ekspoiasi terhadap dimensi kualitas pelayanan.
Parasuraman et. al, (1988) dalam Setyawan dan Ihwan (2004:30) mengungkapkan bahwa kriteria yang digunakan konsumen dalam menilai kualitas pelayanan atas 5 (lima) dimensi, yaitu sebagai berikut:
1) Bukti Fisik (Tangible)
Berkenaan dengan fasilitas fisik, peralatan, dan penampulan dari personil.
2) Reliabilitas (Reliability)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan pelayanan yang di janjikan secara akurat dan terpercaya.
3) Daya Tanggap (Responsiveness)
Berkenaan dengan kesediaan untuk membantu konsumen dan menyediakan layanan yang dijanjikan.
4) Jaminan (Assurance)
Berkenaan dengan pengetahuan dan perilaku karyawan serta kemampuan untuk menginspirasikan kepercayaan dan keyakinan.
5) Empati (Empathy)

Berkenaan dengan perhatian individu perusahaan kepada karyawan.
c. Prinsip-prinsip Kualitas Pelayanan
Menurut Wolkins et. al, (1993) dalam Tjiptono dan Chandra (2004:137-138) prinsip kualitas pelayanan terdiri atas:
1) Kepemimpinan
Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin dan mengarahkan organisasinya dalam upaya peningkatan kinerja kualitas.
2) Pendidikan
Semua karyawan perusahaan, mulai dari manajer puncak sampai karyawan operasional, wajib mendapatkan pendidikan mengenai kualitas.
3) Perencanaan Strategik
Proses perencanaan strategik harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang digunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visi dan misinya.
4) Review
Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku organisasi. Proses ini menggambarkan mekanisme yang menjamin adanya perhatian terus-menerus terhadap upaya mewujudkan sasaran kualitas,
5) Komunikasi
Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi organisasi, baik dengan karyawan, pelanggan, maupun stakeholder lainnya.
6) Total Human Reward
Reward dan recognition merupakan aspek krusral dalam implementasi strategi kualitas. Strategi karyawan berprestasi perlu diberi imbalan dan prestasinya harus diakui.

3. Kepuasan Pelanggan
a. Definisi Kepuasan
Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “facio” (melakukan atau membuat) menurut Tjiptono dan Chandra (2004:195) sehingga kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai.
Kepuasan pelanggan berbeda dengan kualitas pelayanan, dimana kepuasan merupakan evaluasi spesifik terhadap transaksi pemberi jasa, sedangkan persepsi terhadap kualitas jasa terkait dengan penilaian umum mengenai superioritas pemberi jasa. Kepuasan juga merupakan tingkat perasaan konsumen yang diperoleh setelah konsumen melakukan / menikmati sesuatu. Dengan demikian dapat diartikan kepuasaan konsumen merupakan perbedaan antara yang diharapkan konsumen (nilai harapan) dengan situasi yang diberikan perusahaan di dalam usaha memenuhi harapan konsumen, Setyawan dan Ihwan (2004:31).
Meskipun definisi para ahli tentang kepuasan beragam, tetapi pada dasarnya tingkat kepuasan merupakan perbandingan antara harapan pelanggan dan nilai produk atau jasa pelanggan. Soelasih (2004:86) dalam Tony Wijaya (2005) mengemukakan tentang harapan dan persepsi sebagai berikut:
1) Nilai harapan = nilai persepsi maka konsumen puas
2) Nilai harapan <>
3) Nilai harapan > nilai persepsi maka konsumen tidak puas
Nilai harapan dibentuk melalui pengalaman masa lalu, komentar atau saran dari konsumen dan informasi dari pesaing. Adapun nilai persepsi adalah kemampuan perusahaan dalam melayani konsumen dalam upaya memuaskan konsumen.
Menurut Engel (1995) kepuasan didefinisikan disini sebagai evaluasi pasca konsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan. Ketidakpuasan tentu saja didefinisikan sebagai hasil dari harapan yang diteguhkan secara negatif. Ada tiga harapan mengenai suatu produk atau jasa yang diidentifikasi dalam Toni Wijaya, (2005:41), yaitu:
1) Kinerja yang wajar
2) Kinerja yang ideal
3) Kinerja yang diharapkan
Kinerja yang diharapkan adalah yang paling sering digunakan dalam penelitian karena logis dalam proses evaluasi alternatif yang dibahas (Engel, 1995).
Dari beberapa deflnisi yang disampaikan oleh berbagai peneliti di atas terdapat kesamaan, yaitu menyangkut komponen kepuasan pelanggan (harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan). Pada umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang atau jasa). Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli (Tjiptono, 1996) dalam Setyawan dan Ihwan (2004:31)

Ketidakpuasan / keluhan konsumen terhadap suatu jasa pelyanan karena tidak sesuai dengan yang diharapkan dapat berdampak negatif terhadap keberhasilan jasa pelayanan tersebut. Menurut Folks dalam Engel (1995), stabilitas dan focus kegagalan masa mandatang. Singh et al (1995) dalam Tony Wijaya (2005:41-42) mengemukakan tiga kategori ketidakpuasan konsumen yaitu:
1) Respons suara
2) Respons pribadi
3) Respons pihak ketiga

Perusahaan banyak menggunakan berbagai cara untuk mempertahankan konsumen salah satunya dengan memastikan kualitas produk dan jasa memenuhi harapan konsumen. Pemenuhan harapan akan menciptakan kepuasan bagi konsumen. Konsumen yang terpuaskan sebagai pelanggan menurut Kotler (1996) dalam Tony Wijaya (2005:42) akan:
1) Melakukan pembelian ulang,
2) Mangatakan hal-hal yang baik tentang perusahaan kepada orang lain,
3) Kurang memperhatikan merek ataupun iklan produk pesaing,
4) Membeli produk yang lain dari perusahaan- yang sama.

Setiap perusahaan atau organisasi yang menggunakan strategi kepuasan konsumen akan menyebabkan pesaingnya berusaha keras merebut atau mempertahankan konsumen suatu perusahaan. Kepuasan konsumen merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan konsumen baik dari segi dana maupun sumber daya manusia (Schanaars, 1991 dalam Tony Wijaya, 2005:42)
Kepuasan pelanggan secara keseluruhan mempunyai tiga antiseden, yaitu kualitas yang di rasakan, nilai yang dirasakan, dan harapan pelanggan. Kualitas yang dirasakan secara langsung mempunyai efek positif terhadap kepuasan pelanggan secara keseluruhan. Kepuasan pelanggan secara keseluruhan akan berpengaruh negatif pada komplain pelanggan dan berpengaruh positif pada kesetiaan pelanggan. (Fornell.et. al. 19996) dalam Setyawan dan Ihwan.
b. Purchase Intention (Tingkat Pembelian Ulang)
Merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap objek. Purchase Intention juga merupakan minat pembelian ulang yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang (Assael, 1998) dalam Tony Wijaya. Banyak sekali factor yang dapat mempengaruhi konsumen untuk pembelian ulang suatu produk yang telah dikonsumsinya. Faktor yang paling menonjol adalah faktor kepuasan yang bukan hanya berasal dari baiknya kualitas produk tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti pelayanan pada saat dan sesudah pembelian, cara pembayaran dan lain-lain.
Tahapan terakhir dari pengambiian keputusan secara kompleks termasuk membeli merek ysng diinginkan, mengevaluasi merek tersebut pada saat dikonsumsi dan menyimpan informasi ini untuk digunakan dimasa yang akan dating.
Beberapa pengertian dari intensitas (Setyawan dan Ihwan, 2004) adalah sebagai berikut:
1) Intensitas dianggap sebagai sebuah perangkap atau perantara antara faktor-faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku
2) Intensitas juga mengindentifikasikan seberapa jauh seorang mempunyai kemauan untuk mencoba.
3) Intensitas menunjukkan pengukuran kehendak seseorang..
4) Intensitas berhubungan dengan perilaku yang terus menerus.

B. Penelitian Terdahulu
Kerangka pemikiran digunakan sebagai hasil penelitian dari Setyawan dan Ihwan (2004), di mana variabel-variabelnya yaitu persepsi Kualitas pelayanan (service quality persetion) sebagai X1 dan merupakan variabel bebas dan Kepuasan pelanggan (satisfaction) sebagai X2 juga merupakan variabel bebas atau independen dan Minat pembelian (purchase intention) sebagai Y yang merupakan variabel terikat atau independen.
Penelitian yang diambil dari jurnal yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Tony Wijaya (2005) yang berjudul “Pengaruh Service Quality Perception dan Satisfaction Terhadap Purchase Intention”. Meskipun tema yang diambil sama yaitu tentang pengaruh kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan terhadap minat pembelian, tetapi pada penelitian ini di fokuskan penelitian pada Swalayan Citrouli Babarsari.

Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah:
a. Variabel penelitian
Pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, variabel yang diteliti
sama, yaitu 3 (tiga) variabel diantaranya: variabel Persepsi Kualitas
pelayanan (service quality perception), Kepuasan pelanggan (satisfaction), dan Minat pembelian (purcase intention).
b. Metode Pengumpulan Data
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode survey dengan menggunakan daftar pertanyaan (questioner).
c. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel pada penelitian ini dengan penelitian terdahulu sama-sama menggunakan metode non-probability dengan convenience sampling.
d. Metode Analtsis Data
Penelitian sekarang dan penelitian terdahulu sama-sama menggunakan metode analisis regresi.
Kemudian perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu yaitu sebagai berikut:
a. Objek Penelitian
Pada penelitian terdahulu objek penelitiannya adalah toko buku Gramedia Yogyakarta, akan tetapi yang menjadi objek penelitian kali ini adalah swalayan Citrouli Babarsari.
b. Karakteristik Sampel
Penelitian sebelumnya peneliti menggunakan sampel yang berstatus mahasiswa, sedangkan penelitian kali ini peneliti menggunakan sampel Pelanggan di swalayan Citrouli.

C. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang berkaitan dengan teori persepsi Kualitas pelayanan (service quality), dan Kepuasan pelanggan (satisfaction) serta Minat pembelian (purchase intention) dapat digambarkan kerangka pemikiran yang secara sistematis dan sederhana dari penelitian ini, yakni sebagai berikut:
Persepsi Kualitas Pelayanan

Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran Penelitian

D. Hipotesis
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Tony Wijaya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai barikut:
H1 : Persepsi Kualitas pelayanan dan Kepuasan pelanggan berpengaruh Signifikan terhadap Minat pembelian secara bersama-sama.
H2 : Persepsi Kualitas pelayanan dan Kepuasan pelanggan berpengaruh Signifikan terhadap Minat pembelian secara parsial.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian survei. Dalam penelitian survei informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuisioner. Teknik angket (kuisioner) merupakan suatu pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan/ pemyataan kepada responden dengan dengan harapan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut. (Husein Umar 2003 : 49). Peneliti menggunakan kuisioner tertutup yaitu jawaban sudah diberikan dari pernyataan/pertanyaan.

B. Obyek Penelitian
Adapun yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah pelanggan swalayan Citrouli Babarsari.

C. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 1999 : 731). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelanggan swalayan Citrouli Babarsari.
b. Sampel
Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 1999 : 731). Sampel pada peniliti ini merupakan sebagian dari pelanggan swalayan Citrouli Babarsari.

D. Teknik Pengambilan Sampel
Populasi pelanggan Swalayan Citrouli Babarsari sangat banyak sehingga tidak semua anggota populasi dapat dipilih dan dijadikan sampel, maka peneliti menggunakan metode convenience sampling atau cara dipermudah yaitu peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja yang peneliti temui (Freddy Rangkuty, 2003 : 106-107). Sampelnya diambil dari sebagian pelanggan swalayan Citrouli Babarsari.

E. Besarannya Sampel
Besarannya sampel merupakan banyaknya individu, subyek atau elemen dengan populasi yang diambil sebagai sempel (Soehardi Sigit, 1999 : 69). Besarnya sampel ditetapkan sebanyak seratus. Penentuan jumlah sampel ini didasarkan pada pendapat Frankel dan Wallen (dalam Soehardi Sigit, 1999 : 70) yang menyatakan besarnya sampel minimum untuk penelitian Survey adalah sebanyak seratus responden.

F. Jenis data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu maupun perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuisioner yang biasa dilakukan oleh peneliti (Husein Umar 2003 : 42). Data primer dalam penelitian ini berasal dari jawaban atas pertanyaan\pernyataan kuesioner yang disebarkan kepada responden.

G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan datanya berupa kuisioner yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi pertanyaan/pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 1999 : 135). Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2007).

H. Variabel Penelitian
Penelitian ini menganalisis dua variabel yaitu variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Variabel-varaibel tersebut yaitu sebagai berikut:
b) Variabel terikat (dependent variable) dengan simbul “Y” adalah varibel yang dijelaskan atau yang dipengaruhi oleh variabel independen (Husein Umar 2003 : 58), dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah minat pembelian.
c) Variabel bebas (independent variable) dengan simbul “X” adalah variabel yang menjelaskan atau yang mempengaruhi variabel yang lain (Husein Umar, 2003:58), dalam penelitian ini variabel yang mempengaruhi minat pembelian adalah persepsi kualitas pelayanan (XI), kepuasan pelanggan (X2).

I. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Independen (Bebas)
Sebagai variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah persepsi kualitas pelayanan (XI) dan kepuasan konsumen (X2).
a. Persepsi Kualitas Pelayanan (X1)
Persepsi kualitas pelayanan adalah persepsi konsumen secara keseluruhan baik keunggulan ataupun kelemahan dari organisasi dan pelayanannya (Taylor and Bakker, 1994) dalam Setyawan dan Ihwan. Beberapa indikatornya antara lain:
1) Kualitas keseluruhan dari layanan rendah.
2) Kualitas keseluruhan dari layanan baik.
b. Kepuasan Pelanggan (X2)
Menurut Engel (1995) kepuasan didefinisikan disini sebagai evaluasi pasca konsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan.
Beberapa indikatornya antara lain:
1) Kualitas yang dirasakan
2) Nilai yang dirasakan
3) Harapan pelanggan.
2. Variabel Dependen (Terikat)
Dalam penelitian ini pembelian (Y) diartikan sebagai minat pembelian yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian Ulang (Assael, 1998). Indikatornya antara lain sebagai berikut:
1) Membeli merek yang diinginkan
2) Mengevaluasi merek tersebut pada saat dikonsumsi
3) Menyimpan informasi untuk digunakan dimasa yang akan datang

J. Pengukuran Variabel
Di dalam kerangka pemikiran telah dikemukakan mengenai variabel-varibel penelitian. Untuk mempermudah analisis data, maka variabel yang digunakan harus terukur terlebih dahulu, pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah menggunakan skala likert.
Adapun pengukuran variabel dengan pola jawaban skala likert yang telah melalui proses pembobotan yaitu proses pemberian nilai angka pada setiap jawaban dari suatu pertanyaan menurut Sugiyono (2004 : 86) adalah sebagai berikut:
Sangat tidak setuju skor 1
Tidak setuju skor 2
Netral skor 3
Setuju skor 4
Sangat setuju skor 5

Penggunaan skala likert pada variabel yang akan diukur dijabarkan manajadi indikator variabel, kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun instrument berupa pertanyaan atau pernyataan. Skala likert ini kemudian menskala individu yang bersangkutan dengan menambah bobot dari jawaban dipilih. Nilai rata-rata dari masing-masing responden dapat dikelompokkan dalam kelas interval dengan jumlah kelas = 5, sehingga interval tersebut dapat dihitung sebagai berikut :

Nilai maksimum - nilai minimum
Interval = Jumlah kelas
= 5 – 1
5

= 0,80
Dari informasi diatas diketahui kriteria pendapat responden mengenai tingkat minat pembelian, yaitu sebagai berikut :
a. Nilai jawaban 1 ,00 - 1 ,79 = Sangat Tidak Setuju
b. Nilai jawaban 1 ,80 - 2,59 = Tidak Setuju
c. Nilai jawaban 2,60 - 3,39 = Netral
d. Nilai jawaban 3,40 - 4, 1 9 = Setuju
e. Nilai jawaban 4,20 - 5,00 = Sangat Setuju

K. Uji Validitas dan Reliabilitas
a) Uji Validitas
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 1999:109)
Menurut Sugiyono (1999:182) rumusan korelasi product moment dapat dipih sebagai berikut:


Dimana:
rxy : Koefisien korelasi
n : Banyaknya subyek
x : Nilai perbutir
y : Total nilai masing-masing responden
Syarat suatu instrumen dapat dikatakan valid jika harga rxy £ 0,3 sebagaimana dikemukakan (Sugiyono 1999:124), bahwa item yang mempunyai korelasi positif dengan kriteria (skor total) serta korelasi yang baik, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang baik pula. Bahwa syarat minimum untuk dianggap valid adalah rxy= 0,3.
b) Uji Reliabilitas
Instrumen reliabel adalah instrumen yang baik bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, dan akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2000 : 440), uji ini dilakukan dengan pengukuran data dua kali atau lebih gejala yang sama dan hasil pengukuran diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukuran tersebut reliabel. Hasil ditunjukkan oleh sebuah indeks yang menunjukkan seberapa jauh suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan. Suatu konstruk dikatakan reliabel jika memiliki nilai cronbach alpha > 0,6 (Triton P B, 2006). Rumus sabagai berikut:
rn : Reliabilitas instrument
K : banyak butir pertanyaan
∑ :JumIah varians pertanyaan
α : Varians skor total

L. Metode Analisis Data
Dalam analisis ini digunakan dua macam alat tulis untuk mencapai tujuan penelitian. Adapun analisis yang digunakan adalah sebagai berikut:
a) Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendiskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 1999 : 142)
Dalam penelitian ini analisis deskriptif berupa identitas responden yang meliputi : deskriptif pelanggan mengenai persepsi kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan yang dapat mempengaruhi minat pembelian.
b) Analisis Kuantitatif Koefisien Regresi Berganda
Analisis kuantitatif digunakan untuk data-data yang dapat diklasifikasikan ke dalam kategori-kategori dalam wujud angka-angka diperoleh dengan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus-rumus (Sugiyono, 1999 : 14)
Teknik analisis data kuantitatif dalam penelitian ini digunakan analisis regresi linear berganda. Model analisis tersebut digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh persepsi kualitas peiayanan (X1) dan Kepuasan Pelanggan (X2) terhadap minat pembelian (Y) pada Swalayan Citrouli Babarsari. Sehingga rumus umum dari regresi berganda sebagai berikut: Y = a + b1X1 +b2X2 +e
Dimana :
Y : Minat pembelian
X1 : Variabel persepsi kualitas pelayanan
X2 : Variabel kepuasan pelanggan
e : Error term
α : Konstanta
b1,b2 : Koefisien regresi
Perhitungan regresi berganda ini menggunakan bantuan computer dangan program SPSS 12,0 for Windows
Untuk membuktikan hipotesis pertama menggunakan uji F yaitu signifilkan atau tidak terhadap variabel terikat. Pengujian melalui uji F adalah dengan membandingkan probabilitas (Sig.F) dengan tingkat signifikansi α =0,05.
Hipotesis yang diajukan:
Ho : bi = 0. Berarti tidak ada pengaruh yang signifilkan dari variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).
Ha : bi ≠ O. Berarti terdapat pengaruh yang signifilkan dari variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).
Untuk membuktikan bahwa variabel kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan pengaruh secara parsial terhadap variabel minat pembelian menggunakan uji t dengan tingkat signifikansi α =0,05. Hipotesis yang diajukan:
Ho : bi = 0. Berarti variabel bebas (X) secara parsial tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (Y).
Ha : bi ≠ 0. Berarti variabel bebas (X) secara parsial mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (Y).

DAFTAR PUSTAKA

Assael, Henry, 1998, Costumer Behaviour and marketing Action. 6th Edition,. New York: International Tjomson Publising

Anton A. Setyawan dan Ihwan Susila, 2004, Pengaruh Service Quality Perception Terhadap Purcase Intention, Usahawan NO. 07 TH XXXI11 JULI 2004

Basu Swasta, 1986, AzazAzaz Marketing edisi 3 Yogyakarta: Liberty.

Basu Swasta dan T. Hani Handoko, 1987, Manajemen Pemasaran: Analisa Perilaku Konsume, Edisi Pertama Cetakan Ke Dua, Yogyakarta: BPFE. UGM

Engel, James F. Ronger D. Blakwell, and Paul W. Miniard, 1995, Consumer Behaviour, International Edition, Fort Wort: Dreyden Press.

Fandy Tjiptono dan Chanra Gregorious, 2004. Service, Quality, and Satisfaction. Yogyakarta: Andi Offset.

Fandy Tjiptono, 2001, Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi Offset.

Freddy Rangkuty, 2002, Riset Pemasaran, P.T Gramedia Pustaka Utama : STIE IBIL

Soehardi Sigit, 1999, Pengantar Metodologi Penelitian Sosial-Bisnis-Manajemen Cetakan Pertama, Lukman, Yogyakarta: Offset

Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: Alfabeta.

Tony Wijaya, 2005, Pengaruh Service Quality Perseption dan Satisfaction terhadap Purchase Intention : Modus Vol. 17 (1). 2005

Triton Prawira Budi, SPSS 13.0 Terapan; Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta : Andi.