Rabu, 11 Maret 2009

Mengapa Jangan Golput di Pemilu 2009

Beberapa hari yang lalu saya nyoba browsing karena penasaran dengan semakin banyaknya berita yang memberitakan Pemilu 2009 banyak yang golput bahkan dikatakan akan mencapai angka 30% (udah gak waras to.., bayangin aja 30 persen). Sampai-sampai MUI mengeluarkan fatwa haram. Saya gak bermaksud turut campur tangan masalah politik kalangan atas, cuma penasaran dan perihatin aja. Tulisan ini diposkan oleh Aditya Satrya Wibawa, yah dengan tulisan ini semoga aja dapat mengurangi Golput di Pemilu 2009, kalau menurut saya satu contrengan kita akan menentukan nasib Negara kita 5 tahun ke depan, iya gak to...

Kalau dulu (sebelum reformasi), nyoblos gak nyoblos gak ada bedanya. Yang menang pasti yang kuning. Ibarat permainan, dari aturannya aja udah gak mungkin menang. Jadi buat apa nyoblos. Setelah reformasi, aturan mainnya udah mulai fair. Siapa aja punya kesempatan yang sama untuk menang. Jadi golput tidak lagi relevan.

Kebanyakan orang memilih golput karena beberapa alasan:
Melepaskan tanggung jawab, seandainya pemimpin yang kepilih nggak menjalankan amanahnya dengan baik.
Dia merasa jika tidak ikut memilih, dia tidak ikut bertanggung jawab terhadap kerusakan yang akan ditimbulkan oleh ketidakamanahan pemimpin tersebut. Berhubung kondisi di Indonesia ini rata-rata pejabatnya gak amanah, alasan seperti ini bisa dipahami. Tapi tetap gak bisa diterima. Untuk orang seperti ini, luruskan lagi bahwa pemahaman seperti itu tuh keliru. Justru dia ikut bertanggung jawab karena sama saja telah "memberikan" suaranya pada siapa pun yang nantinya menang. Karena sebenarnya dia bisa memberikan suaranya pada calon yang lain (yang setidaknya lebih baik) tapi tidak dia lakukan.

Alasan lain, karena dia merasa siapa pun yang terpilih tidak akan ada pengaruhnya buat dia, atau perusahaannya, atau keluarganya.
Untuk yang seperti ini, sadarkan lagi bahwa suara yang dia berikan bukan hanya berpengaruh untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk masyarakatnya.

Atau mungkin karena dia gak percaya lagi dengan parpol atau pemimpin di negeri ini yang hanya obral janji.
Untuk yang seperti ini, dorong dia supaya berani mengambil resiko. Kalau pemimpin "tua" sudah terbukti obral janji saja, saatnya beri para pemimpin muda Indonesia kesempatan untuk memimpin. Mungkin dia masih ragu karena para pemimpin muda ini miskin pengalaman, tapi dorong dia supaya berani. Yang jelas, Indonesia butuh perubahan!

Alasan lainnya, mungkin dia menganggap demokrasi itu sistem kafir dan kalo nyoblos berarti sama aja udah ikutan sistem kafir.
Dengan orang ini kita bisa berdiskusi dengan tetap mengedepankan ukhuwah islamiyah, bahwa demokrasi itu realitas yang harus dihadapi. Karena mau milih atau nggak, sama-sama berada dalam demokrasi. Dan sama-sama akan dapat presiden dan anggota dewan yang sama,, yaitu yang menang pemilu nanti. Jadi jelas, mendukung pemimpin yang lebih mendekati itu jauh lebih efektif daripada nggak nyoblos.

Ingatkan juga bahwa demokrasi ini bukanlah pilihan ideologi, tapi sekedar pilihan strategi untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi.
Alasan lainnya apa ya? Bisa jadi karena kyai-nya bilang golput, dia jadinya ikutan golput. Hmm,, untuk yang ini no-comment aja

Selasa, 10 Maret 2009

Menumbuhkembangkan Bahasa Jawa di Kalangan Pemuda

Bahasa Jawa sebagai salah satu budaya Jawa, bukan lagi menjadi bahasa sehari-hari, tetapi sudah menjadi bahasa yang begitu asing di kalangan Pemuda. Inilah yang menyebabkan, gradasi bahasa Jawa, akan menuju sebuah penggusuran zaman. Dikarenakan kaum mudanya sudah mulai meninggalkan bahasa Ibu (Bahasa Jawa), sebuah sinyal yang sangat ironis dan memprihatinkan.
Di Indonesia sebanyak 726 bahasa daerah ditengarai terancam punah akibat globalisasi dan perkembangan teknologi yang cenderung makin canggih dan meluas (Drs. Bagong Suyanto, Msi, 2008). Namun, di sisi lain, yaitu mereka yang prihatin tapi tetap berusaha menanggulangi lunturnya bahasa Jawa, sangat merasa sayang dengan perkembangan tadi. Mereka ingin bahasa Jawa itu dilestarikan, dikembangkan, digunakan untuk alat komunikasi antarkeluarga/etnis/bangsa/dunia. Dengan berbagai alasan foundamental sosial budaya, mereka berjuang mempertahan dan menumbuhkembangkan bahasa Jawa. Berbagai cara ditempuh, terutama memberi pemahaman pentingnya bahasa Jawa bagi identitas dan kiat kehidupan berbangsa. Fungsi dan kebesaran bahasa Jawa masa lalu, yang kini masih berlaku, dan harapan masa depan digali, diwacanakan dan direncanakan perkembangannya. Dipacu semangat penggiatannya menggunakan folklor, simbul atau semboyan. Misalnya: Bahasa menunjukkan bangsa, dan bahasa Jawa yang hukumnya penuh unggah-ungguh akan membuat penuturnya berlaku sopan-santun. Sangat baik untuk mengendalikan tingkah-laku putra bangsa yang akhir-akhir ini sangat beringas. Bahasa Jawa tidak kuna. Bahasa daerah adalah identitas kebesaran budaya bangsa, sehingga UNESCO pun menciptakan Hari Bahasa Ibu (22 Februari), agar aneka budaya dunia tidak lenyap jadi satu ragam saja (global satu budaya).
Bahasa Jawa secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yaitu bahasa Jawa ngoko, kromo, dan kromo inggil. Yang sering kita jumpai pada dialog sehari-hari di masyarakat Jawa yaitu bahasa Jawa ngoko terlebih di kalangan pemuda, sedangkan untuk bahasa Jawa kromo dan kromo inggil biasanya kita jumpai pada saat ada acara-acara tertentu saja. Apabila kita mau mendalami lebih dalam tentang bahasa Jawa, untuk bahasa kromo dan kromo inggil tergolong bahasa yang halus, bahasa yang santun, yang seharusnya digunakan ketika kita berbicara dengan orang tua/orang yang dituakan atau orang yang kita pandang memiliki pangkat yang lebih tinggi. Ini semua diajarkan sejak zaman kerajaan di tanah Jawa, setiap kasata pada zaman tersebut bahkan menggunakan bahasa Jawa yang dibeda-bedakan misalnya seorang yang berkasata rendah harus menggunakan bahasa yang lebih halus ketika berbicara dengan orang yang berkasta lebih tinggi tetapi sebaliknya orang yang berkasta tinggi cenderung menggunakan bahasa ngoko.
Pembagian bahasa Jawa dalam berbagai tingkatan (ngoko, kromo, dan kromo inggi) telah diajarkan sejak bangku Sekolah Dasar, mereka diharuskan untuk berbicara bahasa Jawa kromo inggil ketika berbicara dengan orang tua mereka atau orang-orang yang lebih dituakan, mereka hanya menggunakan bahasa ngoko ketika berbicara dengan teman-teman saja atau orang yang lebih rendah umurnya.
Mungkin tidak kita sadari, pembagian bahasa Jawa yang diajarkan sejak bangku Sekolah Dasar itu seolah-olah membuat kita memiliki tembok yang besar antara kaum muda dan kaum tua, seolah-olah kita kembali ke zaman yang masih ada tingkatan kasta, yang masih ada jurang pemisah. Ini membuat kaum muda tidak bisa merasa lebih akrab dengan kaum tua karena mereka harus menggunakan bahasa kromo inggil yaitu bahasa yang berbeda ketika berbicara dengan teman-teman.
Pembagian tingkatan bahasa Jawa seperti ini yang menjadi salah satu penyebab mengapa bahasa Jawa sulit berkembang di kalangan pemuda bahkan di bangku Sekolah Lanjuatan beberapa sekolah telah menghapus muatan lokal ini mereka menggantinya dengan muatan lokal yang lain misalnya bahasa Mandarin atau bahasa Jepang. Terlebih-lebih sering kita jumpai masyarakat asli Jawa berkomunikasi di rumah pun telah menggunakan bahasa Indonesia mereka telah banyak yang meninggalkan bahasa Jawa, mungkin karena mereka merasa lebih mudah ketika mereka menggunakan bahasa Indonesia.
Dilingkungan keluarga dan dikalangan pemuda saja bahasa Jawa telah banyak ditinggalkan lantas siapa yang akan melesatarikan bahasa ibu ini (bahasa Jawa) lambat laun apabila kita tidak segera mengambil langkah tegas untuk tetap melestarikan bahasa Jawa, bahasa ini mungkin hanya kita jumpai di kalangan Abdi Dalem saja (Lingkungan Keraton). Inilah PR bagi masyarakat Jawa pada khususnya dan Pemerintah Indonesia pada umumnya untuk tetap melestarikan bahasa Jawa, ini semua dapat kita mulai di lingkungan keluarga kita masing-masing

Minggu, 08 Maret 2009

Pentingnya Pendidikan Kewirausahaan

Wirausahawan, Betapa Langkanya Profesi Ini Di Indonesia. Wisudawan Lebih Senang Menjadi Pegawai Atau Pejabat

Sungguh menarik melihat kemauan pemerintah yang akan menyumbangkan 110 miliar untuk pendidikan kewirausahaan di tahun 2009 ini. Dengan pendidikan kewirausaan tersebut diharapkan para lulusan perguruan tinggi dapat mencetak lapangan kerja bukannya mencari lapangan kerja, karena seperti yang kita ketahui pertumbuhan lapangan kerja yang tidak sesuai dengan jumlah lulusan perguruan tinggi di Indonesia mengakibatkan sulit dan kerasnya mencari pekerjaan.

Banyak sekali para pemuda yang menenteng ijazahnya kesana kemari untuk mendapatkan pekerjaan. Tetapi sebaliknya tidak sedikit pula orang-orang yang sukses berwirausaha dengan pendidikan yang minimal, contohnya saja Adre Wongso yang mengaku Sekolah Dasar saja tidak tamat tetapi sekarang bisa menjadi motivator yang besar.

Lalu pertanyaannya, adakah yang salah dengan pendidikan di Indonesia? Bercermin dari kenyataan bahwa Pendidikan Formal baik itu di bangku sekolah maupun Perguruan Tinggi hanya mengajarkan pada penguasaan hard skills. Seorang datang ke kelas, guru menerangkan kemudian pulang dengan membawa segepok ilmu, itupun bagai mereka yang memahami tetapi di sisi lain kita masih kebingungan bagaimana mengaitkan segepok ilmu dalam kehidupan sehari-hari.

Penelitian menunjukkan, keberhasilan seseorang bukan ditentukan oleh kepandaian yang dipunyai, tetapi oleh factor lainnya yang sangat panting. Tingkat kecerdasan cuma menyumbang sekitar 20 – 30 persen keberhasilan, selebihnya ditentukan soft skills. Penelitian National Association Colleges and Employers (NACE) pada tahun 2005 menunjukkan hal itu, dimana pengguna tenaga kerja membutuhkan tenaga kerja berupa 82 persen soft skills dan 18 persen hard skills.

Soft skills, menurut Rektor Udinus Dr. Edy Noersasongko ada tiga karakter utama yang akan dibentuk melalui pendidikan soft skills ini. Yakni kerja keras (hardwork), kemandirian (independent), serta kerjasama (teamwork). Tiga karakter utama tersebut bisa dijabarkan menuju beberapa karakter turunan. Misalnya dari karakter kerja keras dikembangkan sikap persistent, risk taking serta energetic. Adapun sikap kemandirian melahirkan karakter responsive, percaya diri dan berinisiatif. Sikap-sikap tersebut, menurut Edy sangat dibutuhkan para calon wirausahawan.

Selaras dengan kemampuan soft skills alangkah lebih baiknya lagi apabila dibarengi dengan pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship) yang andal. Pendidikan kewirausahaan sangat perlu diajarkan sejak dari bangku Sekolah hingga Perguruan Tinggi untuk mencetak lulusan-lulusan yang produktif. Disamping pendidikan kewirausahaan seorang mahasiswa harus juga diberikan pelatihan semacam magang. Penggabungan antara teori dan praktek merupakan ilmu dan pengalaman yang tidak ternilai harganya.

Sebagai contohnya, dengan mendirikan gerai makanan, penjualan tiket, ataupun simpan pinjam. Disini para mahasiswa dapat bergantian untuk menjaga gerai tersebut selain itu setiap mahasiswa diberi motivasi semacam diberi target. Dengan begitu mereka akan merasakan bagaiamana dunia kerja yang lebih nyata, sebelum mereka mendapatkan gelar sarjana. Disinilah peran pemerintah, swasta dan dunia perbankan dalam turut serta memajukan pendidikan di Indonesia yang lebih berkualitas.

Sabtu, 07 Maret 2009

Terbaru Pertamina Andakah Energi Baru Pertamina






Andakah Energi Baru Pertamina ???

PT Pertamina (Persero) adalah badan usaha milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Saat ini, Pertamina berkomitmen mendorong proses transformasi internal dan pengembangan yang berkelanjutan guna mencapai standar international dalam pelaksanaan operasional dan tata kelola lingkungan yang lebih baik, serta peningkatan kinerja perusahaan sebagai sasaran bersama. Sebagai perusahaan migas nasional, Pertamina berkomitmen untuk mewujudkan keseimbangan antara pencapaian keuntungan dengan kualitas layanan publik. Dengan 51 tahun pengalaman menghadapi tantangan di lingkungan geologi di Indonesia, Pertamina merupakan perintis pengembangan usaha gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG).

Lingkup usaha Pertamina termasuk dalam melakukan eksplorasi dan produksi migas; pengolahan kilang minyak, manufaktur dan pemasaran produk-produk energi dan petrokimia; pengembangan BBM nabati, tenaga panas bumi dan sumber-sumber energi alternatif lain.

Kegiatan operasi dan fasilitas infrastruktur Pertamina tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Pertamina melayani kebutuhan energi bagi lebih dari 220 juta rakyat Indonesia.

Dalam rangka memperkuat daya saing menuju perusahaan nasional minyak dan gas kelas dunia, PT. Pertamina (persero) membutuhkan para professional handal untuk mengisi posisi :

More.....